ARTIKEL /MASALAH MAKAN

Komunikasi Yang Tepat Untuk Anak Susah Makan

Article Banner Image

Bingung bagaimana menghadapi anak yang susah makan? Tenang, Anda tidak sendirian. Problem anak susah makan ini, ternyata problem semua ibu-ibu di seluruh dunia, kok.

Sebelum Anda menghakimi bahwa anak Anda susah makan, sebaiknya pahami dulu apakah anak Anda memang punya problem makan, atau ia hanya sekadar tidak ingin makan makanan yang Anda berikan? Jika ia betul memiliki problem susah makan, biasanya berat badannya tidak bertambah, menolak seluruh kelompok makanan (misalnya semua jenis sayuran), menolak untuk mengonsumsi tekstur atau kepadatan tertentu, serta terlihat ingin makan, namun kesulitan saat harus mengunyah. Jika semua faktor di atas tidak Anda temukan pada anak Anda, berarti Anda tak perlu khawatir karena ada satu hal yang dapat menjadi 'senjata' untuk mengatasi anak susah makan, yaitu komunikasi.

Komunikasi responsif

Penting Anda ketahui bahwa pola komunikasi yang Anda lakukan terhadap anak, menentukan proses pemberian makan. Anda ingin anak tak lagi susah makan? Mungkin Anda perlu mengembangkan komunikasi responsif. Komunikasi ini membantu Anda untuk membimbing anak makan, menentukan batas, apa, kapan, dan di mana anak makan, memberi contoh, bicara positif, dan mengenali betul sinyal lapar anak.

Pada komunikasi responsif, alih-alih permisif memberikan susu setengah jam sebelum waktu makan besar hanya karena ia menangis, Anda justru mengatakan padanya, “Makanan hampir siap. Tunggu 10 menit lagi, ya.” Ketika Anda mencobakan sesuatu yang baru, pepaya misalnya, maka yang Anda katakan padanya adalah, “Hmmm…enak, deh, pepayanya. Enak dan manis. Adek mau coba?” Dengan bicara positif, anak akan belajar bahwa, pepaya itu enak dan manis, serta orang lain pun menyukai pepaya. Bahasa tubuh yang Anda memberikan juga memberi sinyal positif padanya, bahwa makan pepaya adalah sebuah pengalaman yang menyenangkan.

Kalau gagal, coba lagi

Tak mudah memang menerapkan komunikasi responsif ini. Ada kalanya Anda sudah sekuat tenaga mencoba bicara positif tentang brokoli, namun anak masih saja menolak memakannya. Tak apa. Sekali lagi, Anda tidak sendirian. Nyaris semua ibu mengalami hal yang sama. Coba terus mengenalkan 1 jenis makanan minimal 15 kali, sebelum Anda menghentikannya. Jangan lupa, ia pun harus melihat Anda mengonsumsi makanan yang sama.

Prinsip yang menentukan pola komunikasi responsif

Berikut beberapa prinsip tentang makanan dan pola makan yang dapat membantu Anda menerapkan komunikasi responsif dalam proses pemberian makan pada anak:

  • Hindari gangguan pada saat makan. Makan sambil menonton televisi, membaca buku, atau memberikan mainan untuk dimainkan sambil makan, adalah hal yang sangat tidak tepat untuk diterapkan.
  • Beri jarak untuk tiap waktu makan. Jarak jam makan biasanya 3-4 jam sekali. Namun Anda juga harus perhatikan energi yang anak keluarkan. Jika ia termasuk anak aktif, mungkin bisa lebih cepat.
  • Dorong anak untuk makan sendiri. Tolerir level berantakan saat ia makan. Hindari untuk melap terus mulutnya setelah satu suap. Biarkan anak hingga ia Anda anggap selesai makan.
  • Batasi waktu makan. Durasi makan yang baik tidak lebih dari 30 menit. Bila makanan di dalam piring tidak habis dalam setengah jam, Anda bisa menyingkirkan piring dari hadapannya. Bila memungkinkan, berikan lagi saat ia mengeluh lapar.
  • Pertahankan sikap netral selama makan. Tampilkan air muka yang positif dan hindari menunjukkan marah dan frustasi Anda, jika anak lama atau menolak menghabiskan makanannya. Tak perlu juga terlalu berlebihan memuji ketika ia berhasil melahap semua sayur yang dihidangkan.
  • Sajikan makanan sesuai tahap tumbuh kembangnya. Seiring dengan bertambahnya usia, tingkatkan pula tekstur makanannya. Anda perlu berhati-hati memberikan makanan yang mungkin saja membuatnya tersedak.

Percayalah, bu. Komunikasi yang tepat akan sangat membantu proses pemberian makan pada anak. Lambat laun, anak belajar bahwa makan adalah suatu kegiatan yang penting, serta menyenangkan.